Jumat, 13 April 2012

Sejarah Semarang

Sejarah Kota Semarang

Tugu Muda
Sejarah Semarang berawal kurang lebih pada abad ke-8 M, yaitu daerah pesisir yang bernama Pragota (sekarang menjadi Bergota) dan merupakan bagian dari kerajaan Mataram Kuno. Daerah tersebut pada masa itu merupakan pelabuhan dan di depannya terdapat gugusan pulau-pulau kecil. Akibat pengendapan, yang hingga sekarang masih terus berlangsung, gugusan tersebut sekarang menyatu membentuk daratan. Bagian kota Semarang Bawah yang dikenal sekarang ini dengan demikian dahulu merupakan laut. Pelabuhan tersebut diperkirakan berada di daerah Pasar Bulu sekarang dan memanjang masuk ke Pelabuhan Simongan, tempat armada Laksamana Cheng Ho bersandar pada tahun 1405 M. Di tempat pendaratannya, Laksamana Cheng Ho mendirikan kelenteng dan mesjid yang sampai sekarang masih dikunjungi dan disebut Kelenteng Sam Po Kong (Gedung Batu).
Pada akhir abad ke-15 M ada seseorang putra mahkota kesultanan Demak bernama Pangeran Made Pandan. Pangeran ini diharapkan untuk menjadi penerus dari ayahandanya, yaitu Pangeran Adipati Sepuh atau Sultan Demak II. Sayangnya, beliau tidak ingin menggantikan kedudukan ayahnya. Beliau bermaksud menjadi seorang ulama besar. Pada saat ayahandanya wafat, kekuasaan diserahkan kepada Sultan Trenggana. Bersama putranya yang bernama Raden Pandan Arang, Pangeran Made Pandan kemudian meninggalkan kesultanan Demak menuju ke arah barat daya. Selama di perjalanan, beliau selalu memperdalam agama Islam dan mengajarkannya kepada orang lain.
Akhirnya, sampailah beliau ke suatu tempat yang terpencil dan sunyi. Beliau memutuskan untuk menetap di sana. Di situlah Made Pandan mendirikan pondok pesantren untuk mengajarkan agama Islam. Makin lama muridnya makin banyak yang datang dan menetap di sana.
Dengan seizin sultan Demak, Made Pandan membuka hutan baru dan mendirikan pemukiman serta membuat perkampungan. Dari waktu ke waktu daerah itu semakin subur, dari sela-sela kesuburan itu muncullah pohon asam yang arang (bahasa Jawa: Asem Arang) atau hutan yang ada banyak ditumbuhi pohon asam yang jaraknya berjauhan, maka disebutnya Semarang. Berasal dari kata asem dan arang, sehingga memberikan gelar atau nama daerah itu menjadi Semarang.
Sebagai pendiri desa, kemudian menjadi kepala daerah setempat, dengan gelar Kyai Ageng Pandan Arang I. Sepeninggalnya, pimpinan daerah dipegang oleh putranya yang bergelar Pandan Arang II (kelak disebut sebagai Sunan Bayat). Di bawah pimpinan Pandan Arang II, daerah Semarang semakin menunjukkan pertumbuhannya yang meningkat, sehingga menarik perhatian Sultan Hadiwijaya dari Pajang. Karena persyaratan peningkatan daerah dapat dipenuhi, maka diputuskan untuk menjadikan Semarang setingkat dengan Kabupaten. Pada tanggal 2 Mei 1547 bertepatan dengan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW, tanggal 12 rabiul awal tahun 954 H disahkan oleh Sultan Hadiwijayasetelah berkonsultasi dengan Sunan Kalijaga. Tanggal 2 Mei kemudian ditetapkan sebagai hari jadi kota Semarang.
Masa kemakmuran yang dialami rakyat bersama bupati Pandan Arang II ternyata tidak berlangsung lama. Sebab Pandan Arang II melakukan banyak kekhilafan yang akhirnya membuat Sunan Kalijaga datang untuk memperingatkannya. Sesuai dengan nasihat Sunan Kalijaga, Bupati Pandan Arang II mengundurkan diri dari jabatannya dan kemudian meninggalkan Semarang menuju arah selatan. Beliau menetap di Bukit Jabalkat sampai akhir hayat.
Bupati pengganti Pandan Arang II adalah Raden Ketib, Pangeran Kanoman atau Pandan Arang III yang merupakan adik dari Pandan Arang III. Beliau memerintah selama 33 tahun.
Adanya pusat penyiaran agama Islam menarik orang untuk datang dan bermukim di Semarang sehingga daerah ini semakin ramai. Semarang juga dikenal sebagai pelabuhan yang penting, sehingga pedagang-pedagang yang datang pun tidak hanya berasal dari sekitar Semarang namun juga dari Arab, Persia, Cina, Melayu dan juga Belanda (VOC). Bangsa asing tersebut juga membuat pemukiman mereka di Semarang.
Wilayah permukiman di Semarang terkotak-kotak menurut etnis. Dataran Muara Kali Semarang merupakan pemukiman orang-orang Belanda dan Melayu, di sekitar jalan R. Patah bermukim orang-orang Cina, sedangkan orang Jawa menempati sepanjang kali Semarang dan cabang-cabangnya.
Pada tahun 1678, karena terbelit hutang pada Belanda akhirnya Amangkurat II menggadaikan Semarang untuk Belanda. Sejak saat itulah, Semarang berada di bawah kekuasaan Belanda dan berubah fungsi dominannya menjadi daerah pertahanan militer dan perniagaan Belanda karena letak yang strategis.
Belanda menangkat Kyai Adipati Surohadimenggolo IV menjadi bupati Semarang. Belanda juga memindahkan kegiatan pertahanan militer Belanda dari Jepara ke Semarang, atas dasar perjanjian dengan Paku Buwono I. Sejak itu terjadi perubahan status, fungsi, fisik serta kehidupan sosial Semarang. Semarang menjadi pusat kegiatan politik VOC.
Di bawah kolonialisme Belanda, perkembangan Semarang cukup pesat. Belanda banyak sekali membangun fasilitas-fasilitas publik, membangun villa-villa, penduduk pribumi pun juga mengembangkan perkampungannya. Semarang telah menjadi pusat pemerintahan Belanda di Jawa Tengah.
Pada tahun 1864 dibangun rel kereta api pertama di Indonesia mulai dari Semarang menuju Solo, Kedungjati sampai Surabaya, serta Semarang menuju Magelang dan Yogyakarta. Dibangun pula dua stasiun kereta api di Semarang, yaitu stasiun Tawang dan stasiun Poncol yang hingga kini masih ada dan beroprasi dengan baik.
Tidak hanya itu, pelabuhan Semarang juga berkembang pesat dengan berlabuhnya pedagang dari berbagai negara. Pelabuhan ini kemudian dibangun dalam bentuk dan kapasitas yang lebih memadai dan mampu didarati oleh kapal-kapal besar. Di samping itu kaum pribumi pun ikut memajukan perekonomiannya dengan berdagang berbagi keperluan yang sangat dibutuhkan para pedagang tersebut.
Selanjutnya secara berturut-turut muncul pula perkembangan lainnya seperti pada tahun 1857 layanan telegram antara Batavia - Semarang - Ambarawa - Soerabaja mulai dibuka, tahun 1884 Semarang mulai melakukan hubungan telepon jarak jauh (Semarang-Jakarta&Semarang-Surabaya), dibukanya kantor pos pertama di Semarang pada tahun 1862.
Di tengah perkembangan yang amat pesat tersebut, agama Islam tetap berkembang. Kebudayaan Islam pun turut berkembang, antara lain dengan munculnya tradisi dugderan, yaitu tradisi untuk mengumumkan kepaada rakyat bahwa bulan ramadhan telah dimulai. Tradisi itu dimulai pada tahun 1891. Istilah dugderan diperoleh dari tatacara tradisi tersebut yaitu membunyikan suara beduk(dugdugdug) kemudian disertai dengan suara meriam (duerrrr!!!), kemudian jadilah istilah dugderan.
Tidak hanya kebudayaan Islam, agama lainpun juga mengalami perkembangan. Hal ini terlihat dengan munculnya berbagai tempat ibadah selain masjid seperti gereja dan kelenteng. Ini terjadi karena banyak sekali pendatang yang masuk semarang dengan membawa agama serta budaya mereka masing-masing.
Mulai tahun 1906 Semarang terlepas dari kabupaten dan memiliki batas kekuasaan pemerintahan kota praja. Pada tahun 1916, Ir.D.de longh diangkat menjadi walikota pertama di Semarang. Pembangunan terus ditingkatkan. Kota Semarang mulai dibenahi dengan sistem administrasi pembangunan.
Dengan semakin berkembangnya kota Semarang, mulai tumbuh rasa tidak suka dari kaum pribumi terhadap kolonial Belanda. Mulailah muncul kesadaran untuk melawan penjajah. Akibatnya, politik Belanda berubah dengan menekan pertumbuhan kota Semarang.
Kedatangan Jepang pada tahun 1942 membuat kota Semarang tersentak. Mereka datang serentak di berbagai kota Indonesia. Semarang pun diambil alih oleh Jepang. Pemerintahan Kota Semarang dipegang oleh seorang militer Jepang (Shico), dengan dibantu oleh dua wakil (Fucu Shico) dari Jepang dan Semarang.
Pendudukan Jepang ternyata lebih menyengsarakan rakyat. Semua yang dimiliki rakyat diarahkan untuk keperluan peperangan Jepang. Akhirnya dengan semangat tinggi pada tahun 1945 rakyat dan para pemuda bangkit untuk melawan penjajah. Tanggal 14-19 Oktober 1945 pecahlah pertempuran lima hari di Semarang. Pusat pertempuran terjadi di sekitar Tugu Muda. Pertempuran ini turut menewaskan Dr.Karyadi, yang kemudian namanya diabadikan sebagai nama rumah sakit umum terbesar di Jawa Tengah. Akhirnya Jepang pun menyerah dan pergi dari Indonesia.
Pasca kemerdekaan, pada tahun 1950 kota Semarang menjadi kotapraja di propinsi Jawa Tengah. Walaupun masih harus menghadapi berbagai keprihatinan, Semarang terus mencoba untuk berbenah diri.
Tahun 1976 wilayah Semarang mengalami pemekaran sampi ke Mijen, Gunungpati, Tembalang, Genuk, dan Tugu. Dengan adanya perkembangan dan perluasan wilayah ini maka perintah mulai menata pusat-pusat industri, pendidikan, pemukiman dan pertahanan di tempat strategis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar